16 Juli 2009

Have I Told You Lately


Have I told you lately that I love you
Have I told you theres no one else above you
Fill my heart with gladness
Take away all my sadness
Ease my troubles thats what you do

For the morning sun in all its glory
Greets the day with hope and comfort too
You fill my life with laughter
And somehow you make it better
Ease my troubles thats what you do
Theres a love thats divine
And its yours and its mine like the sun
And at the end of the day
We should give thanks and pray
To the one, to the one

Have I told you lately that I love you
Have I told you theres no one else above you
Fill my heart with gladness
Take away all my sadness
Ease my troubles thats what you do

Theres a love thats divine
And its yours and its mine like the sun
And at the end of the day
We should give thanks and pray
To the one, to the one

And have I told you lately that I love you
Have I told you theres no one else above you
You fill my heart with gladness
Take away my sadness
Ease my troubles thats what you do
Take away all my sadness
Fill my life with gladness
Ease my troubles thats what you do
Take away all my sadness
Fill my life with gladness
Ease my troubles thats what you do

20 April 2009

Anyar Tapi Lawas

Ini kali ke tiga. Mencintai orang yang salah. Serasa ada tujuh bintang dan tujuh lilin berputar-putar melayang di sekitar kepala. Kerlap-kerlip sempoyongan. Banyak hal yang kembali terkuak. Sedih juga…


Ini kali ke tiga. Mencintai orang yang salah. Salah mencintai? Salah orang? Salah perasaan? Salah semuanya? Salah siapa? Salah bagaimana? Mesti gimana?


Kasus baru yang lama ini untuk sementara bisa dicover oleh cara baru yang lama. Mengganti semua jenis tone pada HP. Satu lagu untuk ringing tone, satu lainnya untuk sms tone, dan yang lain lagi untuk alarm tone.


Sensasi lama tapi baru… Lumayan


Mencintainya? Tetap dong sih… Monggo diliat besok!!

18 April 2009

Nasi Bungkus, Suster, Kantong Kresek, Pipis

Satu lagi kelakuan the haves di Jakarta ini. Entah anda, tapi saya baru mengetahui dengan melihatnya secara langsung dengan mata kepala sendiri.


Suatu waktu di tempat yang (akan) cukup bergengsi di Jakarta Barat, diadakanlah sebuah pesta ulang tahun pertama seorang anak dari keluarga yang saya duga super duper kaya. Saya tidak berada dalam kapasitas sebagai pengunjung atau undangan. Saya hanya kebetulan berada di lantai atas di depan dinding kaca yang membuat saya mampu melihat suasana acaranya dengan cukup paripurna. Seperti biasa, ada meja resepsionis dengan buku tamu, meja suvenir, balon-balon, bunga-bunga, dekor warna-warni, bangku-bangku mini, badut, meja panjang untuk menyajikan serangkaian menu lengkap makan siang khas catering mahal untuk para tamu....... dan satu meja berukuran kecil berisi jejeran nasi bungkus khas kertas coklat bertanda SUSTER. Glek!!?!! Enjoy the lunch, my dear maid… (sorry, we don’t have enough more money to serve you food just like we eat. It’s a budget thing, you know)


Yang ini memang tidak saya alami langsung. Suatu waktu di tempat lain yang cukup bergengsi di Tangerang (salam dari alis Atut). A real big convinient store with proper toilet, off course. Pendeknya, seorang ibu jetset sasak tinggi sedang memaksa store keeper dengan sangat terburu-buru untuk segera mengambil kantung plastik. Tiada lain tiada bukan… untuk mewadahi pipis sang anak balitanya. Dengan argumentasi meyakinkan, bahwa dia TIDAK PERNAH MENGAJARKAN ANAKNYA UNTUK KE TOILET… (I can’t afford to buy an English potty-training book. It costs me Rp 200.000. And my English is soooooo not good, anyway. I’ve decided to have my baby peeing where ever he wants… cars, seat on a plane, streets, shops, boutique, my friend’s living room… So sorry, I also can’t afford to have a proper diaper. It’s a budget thing, you know)


----- I let my head and heart ruined. It’s a budget thing, you know. Sorry!!??!!


09 Maret 2009

Bolos

Tuhan-ku,

Tengah malam kemarin aku mendengar jelas teriakan ibu sebelah

menjerit kesakitan atas pinggulnya yang patah

meraung-raung…

Hari ini hujan sederhana jatuh di tanah Jakarta yang makin rapuh

banjir tanggung, tapi macet sudah

becek, repot…


Tuhan-ku,

Satu pekan sekarang seperti lebih sempit dari yang lalu

Pintu yang kuminta dilebarkan, datang sudah

Karib yang dulu kupanjatkan, ada jelas

tapi aku tambah sering absen masuk kelas

bolos, malas, sibuk, sok sibuk…


Tuhan-ku,

Aku tidak boleh melupakanMu

Tidak mungkin bisa

tuntun aku selalu… kumohon


Amien…


23 Januari 2009

Anakku, sekolah ya biar pinter, trus....

Seorang pelanggan datang ke toko tempat saya bekerja. Bapak cukup berumur berkaca mata dengan tongkat di tangan kanannya. Tidak ada yang bisa saya jelaskan lebih lanjut tentang bapak ini kecuali bahwa beliau adalah seoarang penderita post power syndrome. An aggressive one. Well, sorry for being judgmental, because I am.


Bapak non simpatik ini mencari sebuah Jurnal internasional yang kemudian dia (maaf, tidak cukup cocok menggunakan istilah beliau) kuliahi kita semua bahwa jurnal yang dia pilih itu adalah jurnal kaum intelektual. Dan jangan kira kuliahnya hanya tentang topik ini. Kemudian dia kuliah tentang perlunya training lebih lanjut buat penjaga toko, teknik merchandising toko buku yang seolah-olah paling benar, tentang ini dan tentang itu. Semuanya dengan volume 10 skala 10 di outlet ukuran 30 m2. Dan jangan sekali-kali membayangkan gaya kuliah yang menyenangkan. I assumed he’s a lecturer. Tapi saya lebih memilih menyimpulkan bahwa dia adalah bapak yang otoriter, kolot, bossy, jauh dari sopan, bijaksana, tapi sayang, kekuasaannya sudah meluruh lebih dari 3/4 porsi yang pernah dia sandang. Dia tengah menghadapi fakta pahit bahwa sekarang ini, di masa tuanya, semakin sedikit orang yang bisa dia doktrin. Tidak ada anak buah, kecuali pembantu dan sopir di rumah. Tidak anak, karena sudah menikah dan punya rumah tangga sendiri. Tidak murid, karena sudah pensiun mengajar. Maka, penjaga toko adalah sasaran empuk buat orang macam ini. Mungkin dia tidak peduli apakah kami yang dikuliahi itu mendengar atau tidak. Tapi kuping saya sangat memerah, hati mengganjal, tangan mengepal, dan saya memutuskan untuk ke toilet saja. Daripada menambah dosa gak penting….


Sekali lagi, maafkan kalau saya terlalu pre-judgmental. Tapi saya tidak menyesal menyimpulkannya begini. Maafkan juga kalau kelak ternyata ini hanyalah masalah saya yang tidak suka pelanggan macam dia. Tapi…. SAYA TIDAK MENYESAL.


Kenapa? Karena topik intelektual yang dibawakannya itu sama sekali tidak relevan dengan upaya penciptaan suasana kehidupan yang adil dan beradab. Siapa sih orang-orang yang mengisi posisi di PBB? Pasti masuk kriteria intelektual. Tapi 1500 orang dibantai di Gaza aja tidak bisa apa-apa. Berapa orang sarjana hukum sih yang diciptakan di Indonesia tiap tahunnya? Tidak perlu jauh-jauh mengukur berapa koruptor yang sudah dihukum, gugatan cerai yang diajukan Kristina saja ditolak oleh majelis hakim. Butuh alasan gila apa lagi untuk boleh cerai? Oiya ya, bos-bos hakim di MA kan kerjaanya cuma bikin aturan supaya masa jabatan lebih lama. Cita-citanya : mati dalam keadaan berkuasa, supaya yang melayat rame, diliput media massa.


Ada berapa sih sarjana pertanian di Indonesia? Kok petani gak kaya-kaya? Apa di jajaran strategis POLRI gak ada yang intelektual? Pembajakan film aja gak kelar-kelar. Emang butuh logika yang rumit ya untuk menyimpulkan bahwa kemacetan di Jakarta itu CUMA karena bus-bus di Jakarta itu gak nyaman dan aman? Harus S3 ya untuk paham logika ini? Alih-alih, anak sekolah disuruh masuk lebih pagi.


Dan saya tidak yakin orang-orang di kejaksaan adalah bukan dari kalangan intelektual. Kok susah banget sih membuktikan korupsi di BI dan DPR?

Walhasil, di negara HUKUM RI tercinta ini, kita bisa lihat dengan kasat mata bahwa membunuh itu boleh karena Muchdi divonis bebas. Menjadi produsen dan pengedar narkoba itu ok-ok saja, toh paling maksimal vonis mati tanpa eksekusi. Sementara di penjara, bisnis narkobanya bisa tetap berkembang pesat.


Saya tidak percaya, Indonesia ini kekurangan orang dari kalangan intelektual. Tapi, entah bagaimana, ujung semuanya cuma satu. Bahwa intelektualisme perlu dicapai…. untuk memakmurkan diri sendiri… kalau perlu dengan mencari upaya yang jauh dari halal. Keadilan dan kemakmuran bersama? Cuma milik para utopis. Persetan dengan filantropis. Cuih!!


Dan saya harus mendengarkan dan percaya sama bapak penderita post power syndrome versi agresif dengan perkuliahan intelektualismenya itu?


MAAF kan saya…


11 Januari 2009

Zionis, Bukan Manusia

Bicara tentang agresi pembantaian di Gaza oleh Israel, saya teringat materi logika matematika di SMU dulu :


Jika P maka Q


Yup, gak ada variabel lain. Gak ada R, gak ada S. Maka kesimpulannya adalah :

Cuma setan usil, iblis jahanam, jin kafir, mak lampir, dan grandong yang mendukung atau abstain dalam menyikapi pembantaian ini. Gak mungkin manusia.


Logika yang sederhana kan?

06 Januari 2009

Bunga Tidur

Tidur kok berbunga? Kayak pohon aja. Kita bisa apa? Cuma berniat istirahat dan memejamkan mata, kok muncul sesuatu gambaran seperti film fiksi. Ceritanya bisa apa saja, tentang siapa saja, sedang apa saja. Kalo kita cuek, ya cuek aja. Tapi beberapa di antaranya memaksa kita mengingatnya. Bagaimana tidak? Kadang-kadang filmnya horor. Lebih dari sekedar munculnya You-know-who nya Harry Potter. Kadang-kadang mengharukan, kadang-kadang menyesatkan, kadang-kadang bikin celana basah…. Tapi lebih sering membingungkan.


Tanpa berniat mencari tahu dengan lebih pasti karena takut gila, tapi tetap bertanya ringan kenapa pernah muncul bunga tidur macam berbaring lelap di atas kolam ikan, berlari-lari tanpa arah sementara orang lain tenang-tenang, melayat kematian banyak orang dalam satu hari, berjalan-jalan santai tanpa busana di tengah keramaian, atau yang paling sering … menjadi salah satu yang berkaca mata?


Walhasil, saat bangun kadang lelah, kadang tersenyum, kadang jadi bawel karena cerita sana sini, kadang berceceran peluh, kadang bermuka ruwet, kadang menaikkan alis sebelah sisi, kadang membuat jalan lunglai dan kadang mau kembali tidur..


Hihihi…. Tertawai saja dirimu sampai puas