02 Desember 2007

Tiket



Last name dunia ini memang amat menentukan arah cerita di dalamnya. Fana.. Dunia Fana !! Bayangkan !! Fana itu sebuah takdir bahwa hidup kita di ‘sini’ hanya sementara. Dengan kata lain waktunya terbatas, dan bahkan sangat terbatas. Dan sifat itulah yang mengikuti segala hal dan segala-galanya di ‘sini’. Semuanya terbatas. Terbatas ruang dan waktu. Terbatas jumlah dan ukuran. Usia, lahan hidup, sumber daya, kemampuan panca indera, daya jangkau pikiran, bahkan yang paling jauh sekalipun, daya khayal. Semua dan hanya semua, segalanya terbatas.

Maka berada di dalam dunia fana, lalu menjalani hidup di sana layaknya hari pertama peluncuran Harry Potter. Yang mendapat copy di hari itu mungkin telah memulai antri beberapa hari sebelumnya di depan pintu toko buku. Nun jauh di seberang negeri asal penerbitannya, orang-orang harus mulai membayar down payment sejak beberapa bulan sebelum hari H. Tetap di hari H pun, seperti harus berhimpit-himpitan berebut tempat untuk mendapat copy seri terbaru secepat mungkin. Keterbatasan kesempatan mendapatkannya memunculkan gengsi bagi siapa yang berhasil memilikinya sejak hari pertama peluncuran. Semakin bertambahlah alasan orang untuk bergerak cepat.

Itu baru Harry potter. Belum lagi ribuan lain judul buku best sellers serupa, film box office, tiket konser diva, posisi tempat duduk di sekolah, jatah prime time televisi, ruang frekuensi siaran udara, tempat duduk di ruang tunggu dokter ternama, antrian restoran waktu buka puasa, kue iklan di industri media, jumlah items di butik internasional, lowongan kerja, pacar idaman, aliran air sungai di musim kemarau, persediaan kandungan minyak bumi, tiket pergi haji, jatah daging qurban, termasuk juga lahan tanah kuburan.

Ada yang memang benar-benar terbatas, tapi ada juga yang sengaja dibuat terbatas supaya pemiliknya punya gengsi.

Pada akhirnya, semua seperti ruang-ruang teater panggung sandiwara. Keterbatasan tempat duduknya menuntut kita harus menunjukkan tiket untuk masuk, duduk dan menikmatinya. Kita bisa menghindari tontonan favorit, lalu beralih pada pilihan lain yang sesungguhnya mungkin ada. Tapi tiket harus tetap ditunjukkan. Entah darimana dan bagaimana kita mendapatkan sang tiket. Reserve sejak lama, tiket gratis dari kenalan dekat, tiket hasil traktiran, tiket pemenang kuis dan undian, atau beli dadakan dari calo.

Situasi ini amat sangat tidak mudah. Teramat sangat sulit, malah. Karena hal memperoleh tiket ini menyangkut kemampuan finansial dan networking. Kerap orang menamainya usaha. Ketidakmampuan akan dua hal itu akan memberi efek yang sungguh tidak ringan. Percayalah. Tunggu sampai anda merasakannya benar-benar. Di rimba dunia fana ini, kita bisa menjadi korban pikiran dan perasaan kita sendiri.

Semua kita, punya bagiannya masing-masing. Semoga benar adanya. Sebelum semua air mata ini kering, sebelum kesabaran menemukan jurang lalu mati terperosok.
Semoga…


Tidak ada komentar: